Puang Rambulangi merupakan salah satu nenek dari Puang Mamullu dan Puang
Tarongko. Puang Rambulangi adalah seorang pelopor dan penguasa adat, sekaligus
sebagai pemegang kekuasaan Takia Bassi
dan Panglima Perang kerajaan Datu Matampu.
Dulu, di daerah Sulawesi selatan bagian utara terdapat
2 (dua) Kerajaan yang dikenal oleh masyarakat yaitu Kerajaan Datu Matallo
atau Kerajaan Luwu’ yang berkedudukan di Palopo dan Kerajaan Datu Matampu’ yang
berkedudukan di Tongkonan Layuk Deata Rano, Ma’ kale Tana Toraja. Pada jaman itu, tempat yang disebut Ma’kale adalah daerah
sekitar Rante Kasimpo, Kamali, Batupapan
dan berkembang sampai di daerah bombongan yg menjadi pusat kota Makale sekarang ini. Ketika Belanda masuk ke Toraja dan mencari
tempat untuk lokasi ibukota pemerintahan di Tana Toraja, mereka memilih Ma’kale bukan Rantepao, karena Ma’kale dianggap pernah menjadi pusat pemerintahan kerajaan datu matampu’ sehingga
dari segi pemerintahan lebih muda dikendalikan
karena masyarakatnya sudah terbiasa diatur di dalam kerajaan. Disamping itu warisan harta kekayaan
Kerajaan di Makale pada waktu itu yang
berupa tanah kering dan sawah cukup
banyak, sehingga lebih mudah diatur untuk
dimanfaatkan oleh Pemerintah Belanda.
Menurut data sejarah, Puang Rambulangi dikenal juga sebagai seorang tomanarang sehingga ia dapat mengendalikan pemerintahan di kerajaan
datu matampu’. Tongkonan Puang Rambulangi terletak diatas
puncak buntu pangi di daerah mandetek yang dikenal sebagai daerah pollo’
padang.
Puang Rambulangi menikah dengan Puang Gonggang
Tua (dolo) dan melahirkan 5(lima) orang anak yaitu:
1. Puang Rambulangi’ Tangnga (
Puang Lando Inaa).
2. Puang Pabiung.
3. Puang Kerang ( mate malolle).
4. Puang Lai Rambulangi’.
5. Puang Bambalangi’.
Kerajaan datu Matampu’ mengalami
kemajuan pesat di bidang ekonomi,pemerintahan dan pertahanan pada saat dipimpin oleh Puang Payak Allo (Datu Matampu’), anak dari Puang Messok, sehingga kerajaan Datu Matallo atau Kerajaan Luwu’ merasa terancam dan
tersaingi. Hal ini menyebabkan Datu
Kelali yang saat itu memimpin Kerajaan Luwu’ selalu mencari jalan untuk
melemahkan kerajaan Datu Matampu’ dengan
cara mengadu domba Puang Rambulangi’
sebagai panglima perang dengan Datu Matampu’.
Hal ini terbukti setelah salah seorang anak dari puang Rambulangi’ yaitu
Puang Pabiung (anak kedua) dibunuh oleh Puang Para’mak anak dari Datu Matampu’,
memperebutkan seorang putri dari Puang Paetong dari Mengkendek. Datu
Kelali ikut berperan dalam peristiwa ini karena ingin menghancurkan kerajaan
datu matampu’. Dengan adanya
pembunuhan ini maka Puang Rambulangi’ menuntut penyelesaian secara adat, tetapi
ditolak oleh Datu Matampu’. Hal ini
menyebabkan Puang Rambulangi marah. Ia menghimpun pasukan yang setia
kepadanya dan mengumumkan perang melawan datu matampu’, sehingga pecahlah
perang saudara yang pertama kali di Tana Toraja pada waktu itu yang dikenal dengan
istilah Rari Tosangtaran Lolo Ma’pempissanna. Karena kekuatan pasukan kedua
belah pihak agak berimbang maka terjadilah perang yg cukup lama. Hal ini dimanfaatkan oleh datu kelali’ dari kerajaan luwu’ untuk
menguasai Kerajaan Datu Matampu’ dengan
jalan memberikan bantuan pasukan kepada Puang Rambulangi’. Maka datanglah pasukan datu kelali’ ke tana
toraja yg dikalangan masyarakat Toraja dikenal dengan nama pasukan kelali’ karena topi perang yg
digunakan oleh pasukan itu didepannya berbentuk kepala ayam jantan dan
gelambirnya (lali’nya) berwarna merah. Dengan kedatangan pasukan tersebut maka
perang tidak berimbang lagi sehingga pasukan datu matampu’ dapat dikalahkan dan
kekuasaan di kerajaan datu matampu’ jatuh ke tangan Puang Rambulangi’. Puang
Rambulangi’ memindahkan pusat pemerintahan kerajaan datu matampu’ dari
Tongkonan Layuk Deata Rano ke
Tongkonan layuk Pangi, di Mandetek.
Sehingga mulai pada saat itu
Tongkonan Layuk Pangi menjadi pusat
pemerintahan dan pertahanan kerajaan datu matampu’.
Datu matampu’
beserta keluarganya dan disertai dengan sisa-sisa pasukan yg setia kepadanya,
melarikan diri ke daerah pitu ulunna salu dan menetap disekitar Rante Bulawan yaitu tempat yg terletak sekitar perbatasan Toraja, Mamasa ,Pinrang / Mandar.
Dengan kekalahan
datu matampu’ tersebut maka datu kelali mulai merencanakan untuk menguasai Tana
Toraja dan berencana memindahkan Kabarealloan dan Kalindobulawanan ke kerajaan
luwu’. Datu kelali’ menuntut Rampasan Perang yang persyaratannya tidak masuk akal dan sangat sulit
untuk dipenuhi . Dia juga berencana
akan menghapus atau menghilangkan gelar Puang dan
Datu dari Tana Toraja. Karena
pada saat itu ada 2 (dua) gelar yg biasa digunakan oleh kalangan bangsawan di Toraja yaitu gelar puang dan gelar datu.
Gelar puang bersifat
umum yaitu gelar panggilan untuk semua keturunan bangsawan sedangkan gelar Datu bersifat khusus yaitu
hanya digunakan untuk panggilan bangsawan yang telah diangkat menjadi pemimpin atau
raja di dalam kerajaan datu matampu’ .
Dengan perlakuan
Datu Kelali yang sewenang-wenang dan keinginannya untuk menguasai Tana Toraja, Puang Rambulangi’ marah dan berencana
mengusir pasukan datu kelali’ dari tana toraja. Rencana tersebut didukung oleh Puang
Pasallin (palodang) dari Tongkonan Layuk Kaero Sangngalla’. Untuk melaksanakan niat ini, Puang Rambulangi’ menghimpun
kembali pasukan kerajaan datu matampu’ yg pada waktu perang saudara terpecah
belah dan melengkapi mereka dengan persenjataan perang.
Setelah persiapan
perang sudah dianggap cukup, maka Puang
Rambulangi dibantu oleh Puang Pasallin dari
Tongkonan Layuk Kaero Sangngalla’
mengumumkan perang melawan pasukan datu
kelali’ sehingga pecahlah perang selama 7 (tujuh) Tahun antara Toraja dan Luwu’.
Karena pasukan Puang Rambulangi’ dan Puang Pasallin menguasai medan dan didukung oleh masyarakat
banyak , maka pasukan datu kelali’ dapat dipukul mundur sampai di daerah perbatasan
antara Sangngalla’ dan Luwu’ yaitu
daerah disekitar sungai Pangiu’.
Pasukan
datu kelali’ yg mendapat pasukan tambahan dari luwu’ mulai bertahan disekitar
daerah perbatasan tersebut yg menyebabkan
terjadi perang habis-habisan yg menyebabkan gugurnya ratusan prajurit
dari kedua belah pihak, sehingga terjadi peristiwa yg dikenal dengan istilah Tambun Tanah atau tumpukan/timbunan
tanah tempat menguburkan jenazah prajurit yg gugur dalam pertempuran. Pada waktu itu banyak sekali prajurit yang gugur sehingga tidak bisa lagi dikuburkan
satu per satu, maka jenazah para prajurit tersebut hanya ditimbun dengan tanah.
Pertempuran
baru dapat dihentikan setelah Puang Pagonggang dari Batualu turun tangan
sebagai penengah dengan mengundang kedua belah pihak untuk mengadakan
perdamaian. Puang Pagonggang merupakan ayah mertua dari datu kelali’ karena
salah satu putrinya yaitu Puang Buni Salen menikah dengan datu kelali’ yg
dikaruniai 3 (tiga) orang anak.
Perdamaian dapat dilaksanakan dengan mengadakan Tananan Basse yaitu
mengangkat Sumpah Keramat dengan
menguburkan seekor kerbau jantan bertanduk tekken langi’ (satu tanduknya turun
kebawah dan yg satu naik keatas).
Dengan adanya perdamaian
tersebut maka disepakati hal hal sebagai
berikut : Gelar Puang tetap dipakai oleh
kalangan bangsawan Toraja di daerah Tallu Lembangna, tetapi gelar Datu
dihapus/ditiadakan dan hanya dipakai dikalangan bangsawan Luwu’.
Begitu
pula dengan Kabarealloan dan Kalindobulawanan tetap dipertahankan keberadaannya
di Toraja dan Payung Ri Luwu’ tetap akan dilantik oleh salah satu dari keturunan Puang Laki Padada yang ada di tallu lembangna yaitu dari
Basse Kakanna (Makale) atau Basse
Tangngana (Sangngalla’) atau Basse Adinna (Mengkendek).
Disamping
itu pula daerah Pantilang dan Ranteballa ditetapkan sebagai daerah penyangga atau pemisah
antara Toraja dan Luwu’ sehingga kedua belah pihak tidak boleh menyebrangi nya untuk
menyerang satu sama yang lain. Itulah sebabnya perjanjian atau Basse ini biasa
disebut juga Basse Sangtempe’ (Bastem).
Dengan adanya perjanjian atau Basse tersebut maka mulai saat itu tidak pernah
lagi terjadi perang antara Toraja dan Luwu’ karena takut melanggar Basse yang
telah ditetapkan.
Selanjutnya setelah
puang Rambulangi meninggal, dia
digantikan oleh anaknya yaitu Puang
Rambulangi’ Tangnga ( anak pertama) yang
diberi gelar Puang Lando Inaa karena pintar dan ahli dalam berstrategi perang.
Salah
satu turunan dari Puang Rambulangi Tangnga yaitu Puang Tumba’ Pakolean menikah dengan Puang
Bitti Langi’ anak dari Puang Bullu Matua dari Tongkonan Layuk Tarongko, Makale dan melahirkan Puang Tiang
Langi’ yang merupakan salah satu nenek dari Puang Mamullu dan Puang Tarongko.
Demikianlah riwayat
hidup singkat dari Puang Rambulangi’ serta peranannya untuk mempertahankan Tanah Toraja dari invasi
kekuasaan Kerajaan Datu Matallo (Kerajaan Luwu’) .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar